Perbuatan pidana dapat didefenisikan sebagai perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang diperintahkan disertai dengan ancaman pidana bagi siapa yang melanggar atau tidak melaksanakan perintah.
Perbuatan yang dilarang itu dapat diartikan sebagai melakukan sesuatu yang dilarang oleh undang-undang (Delik Commisionis), salah satunya dapat dilihat dalam pasal 335, 338, 362 dan 378 dst (Pengancaman, Pembunuhan, Pencurian, dan Penggelapan). Sedangkan terhadap tidak melaksanakan perintah dapat diartikan sebagai tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan dan diharuskan (Delik Ommisionis), salah satunya dapat dilihat dalam pasal 524 dan 531 (tidak hadir dipanggil sebagai saksi dan kelalaian tidak berbuat seharusnya).
Moeljatno didalam bukunya asas-asas hukum pidana mengemukakan unsur-unsur perbuatan pidana sebagai berikut:
- Adanya perbuatan;
- Keadaan yang menyertai perbuatan;
- Keadaan tambahan yang memberatkan pidana:
- Unsur melawan hukum yang objektif;
- Unsur melawan hukum yang subjektif;
Sedangkan pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu keadaan yang merujuk kepada 3 kemampuan :
- Pelaku menyadari perbuatan dan akibatnya
- Pelaku menyadari perbuatan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum
- Ketika pelaku melakukan perbuatan tersebut dia berada dalam kebebasan kehendak.
Dilihat dari sudut hukum pidana maka timbullah pertanggungjawaban pidana.
Ketika kita berbicara tentang perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, maka kita kenal ajaran tentang dualistis dan monistis dalam hukum pidana. Ajaran dualistis didalam defenisi perbuatan pidana tidak meliputi pengertian pertanggungjawaban pidana. Sedangkan dalam ajaran monistis adalah menyatukan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban. Tokoh paham dualistis salah satunya adalah Sebastian Pompe dan paham monistis adalah J.E Jhonkers. Ajaran yang kita pakai di indonesia adalah paham dualistis yang memisahkan antara perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana.
Untuk itu terdapat hubungan yang sangat erat antara perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Seseorang yang melakukan perbuatan pidana belum tentu dapat dijatuhi pidana. Masih dilihat orang tersebut dapat ataukah tidak dimintakan pertanggungjawaban pidana. Ketika seseorang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, maka tentu dia sudah melakukan perbuatan pidana dan dijatuhi pidana. Jelmaan dalam pengertian ini sangat berkaitan dengan alasan pembenaran dan pemaaf dalam hukum pidana untuk menghilangkan pertanggungjawaban pidana.
Mengenai tindak pidana, maka terdapat 2 unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan seseorang itu melakukan perbuatan pidana dan dapat dimintai pertanggungjawabannya sehingga di pidana. Unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah sikap batin pelaku saat melakukan perbuatan, seperti adanya kesalahan (dolus atau culpa) dan orang yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan unsur objektifnya menitikberatkan pada perbuatan/tindakan dan keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu dari pelaku.