Terdapat hubungan yang sangat erat antara perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Seseorang yang melakukan perbuatan pidana belum tentu dapat dijatuhi pidana. Masih dilihat orang tersebut dapat ataukah tidak dimintakan pertanggungjawaban pidana. Ketika seseorang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, maka tentu dia sudah melakukan perbuatan pidana dan dijatuhi pidana. Jelmaan dalam pengertian ini sangat berkaitan dengan alasan penghapusan pidana untuk menghilangkan sifat melawan hukum dan meniadakan pertanggungjawaban pidana.
Dalam ilmu hukum pidana pada dasarnya telah diatur beberapa situasi dan keadaan sebagai dasar untuk meniadakan hukuman. Ada dua jenis alasan yang menjadi penghapusan pidana tersebut yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar dan alasan pemaaf merupakan alasan penghapus pidana, yaitu alasan-alasan yang menyebabkan seseorang tidak dapat dipidana/dijatuhi hukuman karena kondisi dan keadaan tertentu.
Alasan pembenaran adalah alasan yang menghapuskan pidana karena perbuatan yang dilakukan dibenarkan. Alasan pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (objektif). Beberapa contoh alasan pembenar dalam hukum pidana, di antaranya Pembelaan terpaksa (noodweer), alasan pembenar yang menghapus elemen “Melawan Hukum” dari perbuatan orang yang membela dirinya. Daya paksa (overmacht), adalah barangsiapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana. Perintah jabatan, barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. Tentang alasan pembenaran diatur didalam pasal 48, 49, 50 dan 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa dalam hukum pidana. Alasan pemaaf bersifat subjektif dan melekat pada diri orangnya, khususnya sikap batin sebelum atau saat akan berbuat. Tentang alasan pemaaf salah satunya diatur dalam pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit.